Cinta akan selalu memiliki cara untuk saling menemukan. Ini bukan tentang aku, ini bukan tentang kamu tapi ini tentang kita. Bukan tentang tangan siapa yang menggenggam siapa? Ini tentang tangan kita yang saling menggenggam mengisi ruang-ruang kosong di antara jemari kita bersama-sama. Cinta bukan soal siapa yang mencari siapa? Tidak ada spasi di antara kita, tidak ada kepura-puraan di antara kita.
Kadang kita lupa sedang apa, tapi kita menikmatinya ? Dan pada akhirnya kita menyadari dan berkata “Rasanya seperti cinta”. Tak perlu takut untuk hidup, selama kita selalu berpikir positif. Tuhan akan selalu menemukan cara agar pertemuan hebat itu menjadi sesuatu yang tidak biasa. Sebuah pertemuan hebat yang sangat kita dambakan sebelumnya.
Hingga kita lupa bahwa Tuhan sedang mewujudkannya. Bukan sebuah cinta yang dipaksakan karena terburu-buru ingin memiliki pacar atau karena ingin segera menikah.
Seperti halnya, mencintaimu adalah tentang bagaimana memberikan yang terbaik untukmu. Karena yang terbaik untukmu adalah yang terbaik untukku juga. Membebaskan kamu meraih kebahagiaanmu. Mempercayaimu seperti aku mempercayai diriku sendiri. Aku bahagia bila kamu bahagia. Indah cinta kita karena tak ada saling menuntut di dalamnya.
Indah cinta kita karena kita menuntut diri kita masing-masing untuk saling memberikan yang terbaik, tentang penghargaan dan penghormatan pada komitmen. Cerita cinta kita sepenuhnya berada di tangan kita sendiri, tentang kesadaran dalam memilih dan memilah jalan dan arah alur cerita cinta.
Kita bisa memilih alur cerita yang dramatis melankolis, atau yang simpel praktis, atau model cerita yang lainnya. Gelombang di lautan tak pernah berhenti bergerak, sama seperti gelombang cinta kita yang terus bergerak, membentuk nuansa dengan segala suasana yang dinamis.
Bilakah cinta akan berakhir jika gelombang suara masih melahirkan getar geletar yang sama?
Di pucuk siang yang terik ini, kita memang tak perlu mengaduh. Sebab rasa telah dulu mengambil perannya sebagai embun yang menggantung di pucuk-pucuk rumput. Di dalam diri kita yang gampang terbawa arus emosi. Di hadapanmu rindu menjadi dirinya sendiri. Tak memedulikan harga diri, tak perlu menjadi dewasa. Sebab cinta adalah pengejawantahan.
Cinta adalah sebaya katamu sekali waktu. Memudakan yang tua, mendewasakan yang muda. Cinta bukanlah kasta yang tersekat-sekat bagai anak tangga lalu susah payah kita mendakinya.
Mungkin ini harmoni atau mungkin ini resonansi. Yang akan menggerakkan seluruh panca indera kita untuk memantulkan kasih, dan sayang, dan cinta. Lalu berubah menjadi keliman yang melekatkan hati. Itulah kenapa kelindan pertanyaan yang tak pernah terjawab ini membawa kita pada ujung tawa yang tak berkesudahan.
Cinta katamu, bukan soal seberapa rapat fisik yang saling menyatu. Bukan juga soal seberapa kuatnya jari jemari saling menggenggam.
Atau bibir yang tak kunjung berhenti dari menyebut sebuah nama. Cinta adalah pertautan hati, emosi, juga rasa. Cinta adalah angin, yang tak pernah ada tetapi ada. Gelombang itu mengisyaratkan kita untuk bisa bersikap lentur dan tentu tetap dengan segala perhitungan.
Seumpama kita sedang berlayar di lautan, tentu kita yang harus menyesuaikan diri pada cuaca, memperhatikan situasi dan kondisi, bagaimana agar kapal kita tetap berlayar tanpa harus ditelan gelombang lalu tenggelam, bagaimana agar kapal kita terus berlayar sampai pada tujuan dengan selamat.
Urusan-urusan tak akan berkesudahan, akan selalu ada urusan-urusan.
Satu urusan selesai, berlanjut pada urusan berikutnya. Tetaplah setenang batu karang walau berulang diterjang gelombang, tetaplah sehangat mentari di pagi hari, tetaplah seanggun pohon cemara yang gemulai, menari seirama tiupan angin sore hari, tetaplah secantik bunga melati.