Sebelum hari ini, kau pernah mengajarkanku indahnya jatuh cinta. Hingga pikiranku terbang pada mimpi-mimpi indah yang kuharap menjadi nyata. Di mana, kita menikmati senja bersama, seraya menceritakan tentang apa yang kau inginkan, dan kelak akan kuaminkan. Sebelum hari ini, kau pernah ada untuk mengajarkanku tentang bahagianya menumbuhkan segenap rasa, dan memupuk setiap harap dalam dada.
Namun, pada akhirnya, kau jugalah yang mengajarkanku pedihnya terluka. Impianku direnggut secara paksa, harapanku dijatuhkan dengan nista, dan akhirnya aku berteman baik dengan sepi dan kecewa. Memang benar, menaruh harap pada manusia, maka yang didapat hanyalah kecewa. Sungguh, sebaik-baiknya pengharapan, adalah yang diserahkan pada Sang Pemilik Semesta.
Namun, satu hal yang harus kau tahu. Aku tak pernah berhenti bermunajat kepada-Nya. Meminta, agar kelak Dia pilihkan seseorang yang terbaik. Dan suatu saat nanti, akan kau dapati aku sebagai seseorang yang pernah kau buat jatuh, namun mampu berdiri kembali dengan tangguh.”
Terkadang Cinta Mampu Membuat Seseorang Menjadi Buta. Hingga Ia Tak Sanggup Membedakan Antara Terlalu Kuat Bertahan Atau Terlalu Lemah Untuk Melepaskan.
Kadang ada orang yang sudah disakiti berkali-kali tapi dia masih bersedia menanti. Sudah berkali-kali dijatuhkan, tapi dia tetap mau bertahan. Dengan dalih, “Aku ini masih kuat bertahan. Meski dia sudah menyakiti berkali-kali.” Benarkah? Terlalu kuat bertahan, atau justru terlalu lemah untuk melepaskan?
Sebab, cinta yang pantas dijaga habis-habisan adalah ketika kita telah bersatu dalam ikatan pernikahan. Sedangkan dia yang kini masih diperjuangkan? Dia belum tentu jadi jodohmu. Sudah mati-matian bertahan, dia malah menjadi jodoh orang lain. Hancur sudah. Kawan, orang yang paling kuat itu bukan dia yang tetap berusaha mati-matian memperjuangkan rasa, padahal ia sendiri menderita. Tapi, orang yang paling kuat adalah dia yang mampu melepaskan, ketika bertahan hanya akan sisakan kekecewaan.
Maka lepaskanlah saat kau sadar ada banyak luka dalam dada. Melepaskan tidak berarti engkau lemah, ataupun tak setia. Melepaskan tidak berarti engkau tak sanggup memberikan ketulusan. Sebab cinta yang tulus adalah membiarkan ia bahagia meski akhirnya bukan bersama kita. Tetap menantinya dengan alasan terlalu kuat bertahan, itu hanya pembenaran, bukan kebenaran. Maka tanyakanlah pada diri sendiri, terlalu kuat bertahan, atau terlalu lemah untuk melepaskan?
Jika Pada Akhirnya Kehilangan Menyadarkanmu Pada Seseorang yang Pernah Memberikan Ketulusan, Itu Berarti Kamu Sedang Dalam Puncak Penyesalan.
Ada yang datang dengan baik-baik, mencoba mengetuk pintu hati dengan sabar, mencintai dengan tulus dan menanti dengan ikhlas. Tapi, menanti ada batasnya. Ia berhak pergi jika penantiannya terlanjur disia-siakan. Jika ia pergi, maka kau akan terlambat menyadari ketulusan dari seseorang yang datang dengan baik-baik, dan berniat menjadikanmu sebagai pendamping hidupnya. Tatkala dia berpindah ke lain hati, maka kamu hanya bisa menatapnya dengan penuh sesal. Tersebab ketulusan yang dia berikan, kini tak lagi dipersembahkan untukmu. Melainkan untuk hati yang lain.
Maka, jangan terburu-buru menyia-nyiakan dia yang memiliki ketulusan. Sebab, kita akan menyadari ketulusan seseorang, setelah kita kehilangannya. Dan sungguh, itulah puncak dari penyesalan. 🙂