Untuk kamu yang kini kuberanikan diri menyebut kamu sebagai kamuku. Ya awalnya kita memang terlihat malu-malu, bahkan dari sudut korneaku kamu terlihat benar-benar lugu. Tentu saja, kamu membuat debaran jantungku tak menentu. Bahkan tak jarang ku temukan diriku tersenyum sewaktu-waktu kamu menghadiahkanku sebungkus aksara cinta yang langsung saja muncul dari balik smartphoneku.
Kamu memang paling tahu bagaimana cara memperlakukanku. Dan akupun semakin butuh saja caramu itu.
Waktu itu, aku lupa bahwa aku dikodratkan sebagai lelaki. Aku nyatakan saja bahwa kamu membuatku gila, cinta. Dan waktu itu, aku tidak tahu bagaimana gerakan telingamu mendengar pengakuanku, atau mulutmu yang mungkin saja mengatakan sesuatu, bagaimana reaksimu, aku benar-benar buta. Bukan karena aku tidak memiliki mata, tapi tentu saja pengakuanku itu ku ikrarkan lewat media komunikasi aku dan kamu tentunya.
Kamu Menyebutku Gila, Padahal Sebenanrya Aku Hanya Sedang Jatuh Cinta Padamu.
Lagi, waktu itu, yang ku dengar kamu hanya mengatakan bahwa aku gila dan kamu menyuruhku untuk segera tidur karena malam itu waktu memang sudah menyuruhku mengambil selimut. Tanpa ingin mendengar pengakuanku selanjutnya, kamu lantas saja menutup teleponku. Sedikit kecewa, kututup saja mata. Bukankah cinta memang bukan pemaksaan? Ya, tentu saja aku tidak memaksa kamu untuk segera membalas. Aku hanya ingin belajar sedikit lebih berani, bukan sembunyi-sembunyi dan terus bermimpi.
Aku bangun, ya tentu saja aku sudah membuka mata. Pagi setelah malam itu, aku dibuat semakin gila oleh ketidakmungkinan yang ingin ku buang saja tidaknya, kamu, ya mungkin tepatnya huruf-huruf yang kau susun di balik layar kotak gadgetku, begini yang aku baca, “Hai kamu yang tadi malam gila dan barangkali pagi ini masih gila tentunya, mungkin penyakit gilamu ini sedikit aneh, seperti bisa menularkan.
Kamu tau, aku seperti berada dalam kegilaan yang kamu ciptakan. Boleh aku mengakui kegilaanku sekarang, aku mencintaimu tanpa gila.
Maukah kamu sembuh dari kegilaan bersamaku? Mungkin kamu bisa membantuku, saling membantu tepatnya. “Tentu saja”, Kamu benar-benar lugu, ya ku pikir aku akan semakin gila dan lagi-lagi kamu adalah alasannya. Malam itu, selucu itu, selugu kamu, pagi itu. Aku juga mencintaimu tanpa gila, kamuku.