Jika sedari awal aku saja yang berharap, lalu harapanku tak jadi nyata. Maka, aku tidak akan menyalahkanmu seperti kata mereka.
Namun permasalahannya adalah, kamu yang telah berjanji, kamu yang memberikan harapan itu, kamu yang memulai hubungan. Lalu kamu pula yang mengkhianati dan pergi. Seolah semua perjuangan dan kata manis yang kemarin kamu sampaikan itu tidak ada harganya.
Sehingga, bagaimana mungkin aku bisa memaafkan. Mana mungkin aku mudah melupakan semua rasa sakit itu. Padahal, sungguh, jika boleh memilih, aku sangat berharap untuk tidak pernah bertemu denganmu dan mempercayai semua omong kosong yang kamu lontarkan. Sungguh, jika aku bisa berharap, kuharap kamu bukanlah pengecut yang pandai berjanji, tapi tak bisa menepati.
Sebab, karena harapan yang pernah kamu janjikan itu sekarang aku sakit. Aku tidak bisa melupakan luka itu semudah membalikkan telapak tangan. Aku ragu dan takut untuk percaya lagi pada seseorang. Rasa sakit itu meninggalkan trauma yang cukup hebat dalam hidupku. Jadi, jika sekarang aku belum bisa move on. Itu bukan karena aku masih mengharapkanmu, tapi karena masih membencimu.
Hal Ini Akan Berbeda, Jika Sedari Awal Aku Yang Berharap, Lalu Kecewa Pada Harapanku Sendiri. Aku Tidak Akan Pernah Menyalahkanmu
Mungkin jika ceritanya aku yang menyukai dirimu duluan, aku yang menaruh harapan sendiri, sebab berharap kamu akan menerima segala rasa itu. Hatiku akan lebih legowo dan ikhlas saat kamu ternyata bukan orang yang aku harapkan.
Namun, kamu yang memulainya, kamu yang memberi harapan dan menarikku dengan harapan-harapan itu. kamu sendiri yang berkata akan menjagaku, bersamaku hingga akhir dan tidak akan membiarkan aku pergi dari hidupmu. Jadi, jika sekarang aku kecewa dan benci kamu. itu jelas salahmu.
Kebodohanku Adalah Aku Terlanjur Yakin Dan Percaya Pada Harapan Yang Tidak Pasti. Aku Lupa Untuk Menjaga Diriku Sendiri, Meruntuhkan Segala Penjagaan Diri, Sebab Mempercayaimu
Saat pertama kita bertemu, tak pernah sedikitpun ada pikiran, untuk mempercayai dan menyerahkan rasa cinta itu. Awalnya, kuanggap kamu sama seperti kawan lainnya saja, tak special maupun istimewa dalam hatiku.
Namun, saat kamu berusaha untuk meyakinkan, memberikan banyak perhatian yang tak kuharapkan, selalu ada saat aku membutuhkan. Entah bagaimana rasa nyaman itu mulai membuka hati yang selama ini kujaga.
Ditambah lagi, saat akhirnya aku mulai percaya, kamu semakin memupuk perasaan dan hubungan itu dengan banyak cinta, janji dan harapan. Mulai membuatku berharap padamu, berharap bahwa kamu bisa menjaga setiap kata yang kamu sampaikan.
Tapi, saat semuanya tinggal kenangan menyakitkan. Maka, aku tak salah, jika menyalahkanmu sepenuhnya. Kebodohanku hanya satu, yaitu percaya padamu. Sedang salahmu begitu banyak.
Sehingga Jelas, Rasa Benci Itu Pasti Hadir. dan Memaafkan Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan. Sebab Kamu Yang Memulai, dan Mengakhirinya Tanpa Peduli Perasaanku
Mungkin kamu adalah tipe orang yang mudah mengatakan janji, tanpa berpikir dulu, bisa tidak kamu menepatinya di masa depan. Mungkin, kamu juga tipe pemain dalam hubungan, yang merasa hebat jika menghancurkan harapan orang lain.
Atau apapun niatmu dalam hubungan itu, jelas itu bukanlah hal baik, karena tak bisa belajar pada komitmen yang kamu bangun sendiri.
Jadi ketika aku membenci, aku tak bisa sepenuhnya memaafkanmu. Maka, terimalah saja. Sebab dikhianati itu tak enak, diabaikan setelah kamu diberikan kepercaayaan itu menyakitkan. Apalagi, sampai ditinggalkan tanpa alasan yang pasti.
Setelah semua hal yang dilewati bersama. Satu doaku, semoga karma itu benar-benar ada dan hadir padamu. Agar kamu tahu rasanya, dikhianati, ditinggalkan dan disakiti oleh seseorang yang sungguh kamu percayai.