Semakin dewasa, aku sadar bahwa hidupku bukan untuk orang lain maupun untuk menyenangkan hati semua orang. Semakin dewasa pula, aku menyadari bahwa tugasku adalah terus menjadi lebih baik dan lebih mencintai diriku sendiri.
Tidak lagi takut bagaimana penilaian orang lain. Tidak lagi merasa terkekang pada ucapan maupun tatapan orang lain. Aku hidup, tumbuh dan berkembang setiap hari. Sedih, bahagia dan kehilangan setiap waktu. Ada banyak pelajaran yang berhasil aku peroleh, banyak pula yang masih gagal kupahami.
Namun, satu hal yang pasti. Baik buruknya aku, sudahlah, itu terserah kamu saja. Kamu mau suka, ya syukur Alhamdulillah. Mau tidak, ya mau bagaimana lagi. Aku tidak akan memaksamu untuk menyukaiku, seperti kamu tidak bisa memaksaku menjadi seperti yang kamu mau.
Soal Membolak Balikkan Hati Itu Tugas Tuhan. Tugasku Memperbaiki Diri dan Hati.

Suka atau tidak suka itu kembali pada hati. Dan aku hanyalah manusia biasa yang tidak bisa mengendalikan hati seseorang untuk menyukaiku. Itu urusan Tuhan dan biarlah Tuhan yang mengatur dengan caranya.
Mungkin ada di suatu waktu Tuhan membuatmu begitu benci padaku, di waktu lain, entah bagaimana Tuhan membuatmu suka padaku. Sungguh, aku tak tahu bagaimana caranya dan tak pernah memikirkannya.
Yang aku pikirkan, tentu saja adalah diriku sendiri dan tugasku. Tugas untuk menjadikan diriku sendiri lebih baik, pantas dan dekat dengan Tuhanku. Kamu perlu membahagiakan diriku sendiri serta menjadikan aku lebih bermanfaat baik orang lain. Tugas untuk hidup dan bertahan dengan segala ujian dan harapan.
Aku Tidak Ingin Menyibukkan Diri Dengan Menilai Orang Lain Atau Menanggapi Penilaian Orang Lain. Semakin Dewasa Ini Lebih Banyak Kesibukan Yang Harus Aku Kerjakan.

Menilai orang lain dan menanggapi omongan seseorang itu juga butuh waktu, tenaga bahkan biaya. Padahal ketiga hal itu sangat berharga dan tidak mungkin kembali. Jadi, semakin dewasa diriku.
Maka aku juga sudah menentukan prioritas hidup. Salah satunya yaitu mendahulukan untuk mengejar mimpi dan membahagiakan orang-orang yang penting dalam hidupku.
Jadi aku sibuk dan tidak ingin menyibukkan diri dengan menilai orang lain ataupun menanggapi penilaian orang lain tentang diriku. Terserah kamu sajalah mau menilai bagaimana. Aku tidak peduli sama sekali.
Toh, selama aku tidak merasa menganggu atau melakukan kesalahan padamu. Aku tidak punya kewajiban pula untuk peduli sama kamu ataupun penilaianmu.
Jadi Jika Kamu Suka Pada Diriku, Ya Alhamdulillah. Semoga Suka Itu Tulus Dari Hatimu.

Alhamdulillah, jika kamu memang suka pada diriku. Lebih Alhamdulillah lagi, jika rasa suka itu benar-benar tulus dari hatimu. Jadi, kamu benar-benar bisa menerima seseorang apa adanya, juga tidak memaksanya untuk menjadi seperti yang kamu mau.
Kamu mau mengerti bahwa setiap insan mempunyai kebebasannya masing-masing dalam menentukan pilihan. Selama tidak ada yang dirugikan, maka selama itu pula, dia bisa memilih apa yang terbaik untuknya.
Terimakasih, jika kamu mau mengerti, bahkan tetap mendukung diriku dengan segala keputusanku. Hingga memberikan pertolongan dan support yang positif. Semoga sillaturahmi ini pula akan langgeng sampai akhir nanti.
Namun Jika Kamu Tidak Menyukai Diriku, Aku Juga Tidak Memaksa. Sebisa Mungkin Fair Aja, Kamu Boleh Tidak Suka. Tapi, Berhentilah Mengajak Orang Lain Untuk Membenci.

Maaf, jika aku mungkin ada yang salah sama kamu, hingga kamu sampai menilai diriku ini buruk. Maaf pula jika aku melakukan kesalahan yang sengaja maupun tak kusengaja. Aku sudah meminta maaf dan kuharap kita impas.
Jika kamu memang tak bisa memaafkanku atau masih saja menilaiku dengan buruk, ya silahkan saja. Itu hak kamu dan akupun tak punya kuasa untuk merubah itu. Namun, satu hal yang kuharapkan, meski benci sekalipun, kamu lebih bijak dalam mengontrol kebencian itu.
Jangan menyebarkan fitnah atau ghibahan yang bukan-bukan. Jangan mengajak orang lain untuk ikut membenciku. Aku tidak rugi apa-apa, mungkin hanya sedikit sakit hati dan kecewa. Namun selebihnya, aku memasrahkan semuanya pada Tuhanku dan fokus kembali pada anganku.